Tidak terlalu ngeehhh, yang jelas kesan pertama kali “sok cool”. Orangnya kecil, kesana-kemari membawa kamera dan sok dekat dengan muridnya terutama kaum hawa. Terkadang sambil berjalan guru yang satu ini sering bergaya menyibakkan rambut jambulnya ke belakang. Yapp, sebut saja Bapak Prawoto yang setauku pertama adalah seorang guru TIK dan Pembina ekstrakulikuler Zig-zag. Kurang tertarik sebenarnya mendengar ekstrakulikuler menulis karena aku lebih tertarik pada guru Botakku, Pak Topik nama kerennya, yang membina ekstrakulikuler musik. Tapi lama-kelamaan, ketertarikanku muncul ketika diajak sahabat SMA saya, Syakira untuk mengikuti ekstrakulikuler Zig-Zag. “Ayo ikutan Put, pembinanya Pak Pra orangnya asik,” ajak Syakira kepadaku. Apa salahnya untuk mencoba. “Boleh juga Ra,”jawabku tanpa basa-basi. Awalnya aku mengira seleksi masuk Zig-Zag itu tanpa persyaratan. Ternyata tidak, pertama masuk harus mencari 5 artikel yang berbeda dengan teman lainnya dan itu diberi waktu seminggu. Pernah ditolak di salah 1 artikel yang sudah saya cari karena sudah ada yang memakai. Dan akhirnya berhasil dan aku ketrima menjadi anggota redaksi majalah Zig-Zag. Telat memang aku mengikuti ekstrakulikuler ini karena masa LDK yang menurut teman-temanku seru itu terlewatkan begitu saja. Tapi tak apalah,lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Pak Pra,seorang guru yang kemudian saya kagumi selalu memotivasi agar jangan pernah berhenti menulis. Tulislah apa yang ingin kamu inginkan,biarkan mengalir dan akan tumbuh chemistry. Menulislah dari hati dan jadikan santapanmu setiap hari. Seperti itulah motivasi yang sering diberikan Pak Pra kepada murid-muridnya Zig-Zag. Penuh makna dan menarik untuk mulai menikmati ekstrakulikuler jurnalistik ini.Dalam pengajarannya beliau juga tidak jarang mengiformasikan buku-buku terbaru yang menginspirasi. Banyak diantara kami termasuk saya yang antusias membaca buku tersebut tapi pinjam Pak Pra. Hehe sama saja bohong. Di keluarga baru inilah (sebut saja Zig-Zag) aku mempunyai teman-teman baru menyenangkan. Ada Ova,Puput, Dimas, Zelika, Winda, Tika, Hasan, Maya, Itis, Ani, Alfi, Ellaine, Mb.Ami, Mas Hendro dll. Senang rasanya mempunyai teman banyak. Bahkan Pak Pra sering mengajak kami menulis di luar kelas agar bisa menimbulkan banyak inspirasi. Seingatku pertama kali menulis yaitu di bawah pohon. Selain udaranya yang sejuk,ternyata atmosfer udara bawah pohon bisa menjernihkan pikiran. Terlepas dari itu, Zig-Zag telah memberiku pengalaman yang tidak sembarang orang bisa mendapatkannya. Menjadi panitia bedah novel “Sang Pemimpi” merupakan acara Zig-zag pertama yang aku ikuti. Alhamdulillah acara tersebut banyak diminati teman-teman . Ada lagi yang buatku itu tugas spesial dari Pak Pra untuk aku, Dimas dan Ova. Selain itu mewawancarai peserta UNAS tahun angkatan 2007/2008 di pagi hari. Tapi sayang, kami bertiga telat datang ke sekolah dan hanya bisa mengamati keadaan pagi itu dari jauh. Sesi wawancara dengan salah satu peserta UNAS pun gagal dilakukan. Sebenarnya Pak Pra kecewa, namun beliau tidak memarahi kami. Baiknya lagi Pak Pra mentraktir kami es degan dan aneka camilan di warung neneknya Zelika. Satu lagi pengalaman yang membuatku senang tak terkira. Berkat motivasi Pak Pra menyuruhku lomba menulis blogger “Meraih Mimpi bersama IM3”, tidak kusangka aku menjadi pemenang ke-3 dari 10 kota di Jawa Timur. Selain mendapatkan hadiah uang beserta piagam, aku jga berkesempatan bertemu grup band J’Rock. Tepatnya di Kota Sidoarjo aku melakukan jumpa fans, meet and great, pawai dan sepanggung melihat konser J’Rock. Sungguh beruntung aku hari itu. Lain lagi dengan pengalaman membuat video klip yang merupakan tugas akhir ujian kelas XII SMA. Ketika itu kelompokku mengambil tema lagunya Vidi Aldiano (Status Palsu). Banyak ilmu, cerita, pengalaman, kenangan yang terukir disaat proses pembuatan video berlangsung. Ternyata menjadi sutradara tidak mudah serta tanggung jawabnya besar. Harus mengkoordinir teman-teman, rela menunggu berjam-jam kedatangan teman-teman yang terlambat untuk melakukan take gambar dan lain sebagainya. Dari situlah aku menilai betapa berharganya suatu pengalaman yang kita dapat. Di saat kuliah pun aku masih sering memutar video klip buatan kelompokku dan teman-teman lain ketika kangen dengan masa Putih Abu-Abu yang cukup berkesan bagiku. Tidak lain karena Pak Pra yang menugaskan kami membuat video klip tersebut. Meskipun awalnya kita sering mengeluh namun hasilnya bisa kami nikmati dan simpan seumur hidup. Seperti ekstrakulikuler lainnya, setiap tahun pasti ada pendatang baru dan yang tidak aktif lagi. Khusus angkatanku 2008/2009, Pak Pra menyebutnya “Sindikat 13” karena yang tersisa dan bertahan di kelas menulis tinggal 13 orang. Sedikit namun berpotensi,itulah kami. Diketuai Dimas, dengan anggota saya (Dhanasty), Winda, Ova, Zelika, Tika, Ani, Ellaine, Maya, Itis, Alfi, Ririn, Hasan kami selalu berkomitmen pada jurnalistik. Pak Pra juga mengajak kami untuk bergabung dengan kelas membaca yang ada di komunitas “Sindikat Baca”. Alhasil karya-karya yang kami buat melalui majalah Zig-Zag berarti untuk teman-teman lainnya. Di Sindikat inilah,aku mengukir banyak kenangan yang tak akan terlupakan begitu saja. Suatu ketika Pak Pra mengajak kami menikmati suasana rel kereta api di Jetak. Awalnya aku tidak menyangka, kami disuruh beliau duduk di atas rel kemudian memandangi keadaan sekitar. Banyak orang yang hiruk-pikuk pulang dari ladang menyusuri jalan setapak di samping rel. Kami pun menyapa mereka sembari melambaikan tangan. Sore itu begitu indah dan hangat diantara Sindikat 13. Kebetulan juga di hari itu ketua kami, Dimas berulang tahun. Pak Pra menyuruh kami satu per satu mengungkapkan harapan kepada Dimas. Singkat, penuh canda dan deru kereta api pun sesekali terdengar. Kami cepat-cepat menjauh ketika dari kejauhan kereta tersebut menyalakan lampu tanda bahwa ia akan lewat. Kemudian kami kembali duduk dan memulai bercerita. Kelas menulis sekaligus curhat harus berakhir ketika air dari langit mulai menetas tanda hujan akan dating. Kami segera berkemas, mengambil motor dan menaikkan hingga tepi rel. Begitu romantis. Kenangan lain yang tidak mungkin aku lupakan yaitu Pak Pra mengusulkan kepada kami untuk melakukan perjalanan menulis Sindikat 13 ke Semarang dengan naik kereta api. Pikirku itu hanya rencana saja, tapi kenyataannya tidak. Tepatnya 24 Juni pukul 12.00 WIB, Sindikat 13, Pak Pra beserta satu temannya namanya Mas Ali berkumpul di depan stasiun kereta api Bojonegoro untuk berangkat menuju Semarang. Masih kuingat, kostum Pak Pra hari itu kaos GKS, Tahta beserta sandal kerennya. Carewil,bukan Carvil.hheehe. Aku sangat terharu ketika akan masuk gerbong, teman-teman mengucapkan ulang tahun kepadaku dan Winda yang kebetulan sama tanggal kelahirannya. Aku sangat senang karena di hari itu usiaku 17 tahun. Sweet seventeen lebih tepatnya, aku menganggap rencana perjalanan menulis ke Semarang adalah hadiah terindah dari seorang guruku. Terima kasih Pak Pra dan teman-teman Sindikat 13 yang telah mengajakku ke Semarang. Di Semarang tempat pertama kali yang kami kunjungi yaitu Stasiun Tawang. Kami berhenti disitu untuk melakukan sholat ashar. Selang beberapa waktu kami satu rombongan beserta Mbak Ika teman Pak Pra yang kuliah di Semarang yang sekaligus menjemput kami di stasiun tersebut,mengajak kami jalan-jalan menuju arah kolam di sekitar bangunan kuno di Kota Lama untuk sekedar duduk sambil makan bekal yang kami bawa. Suasana tenang dan romantis lagi-lagi terasa. Setelah itu kami berjalan menuju Gereja Blenduk yang alkisah dulunya adalah sebuah masjid. Setelah melintasi gereja itu kami duduk di atas tikar,tepatnya di trotoar jalan lalu mengabadikan semua itu dengan aksi-jeprat-jepret. Setelah puas berfoto, Pak Pra kemudian menyewakan sebuah kendaraan menuju depan Lawang Sewu, Tugu Muda yang berada di daerah Simpang Lima. Ibaratnya sih, Tugu Muda itu seperti Alun-alun Bojonegoro. Tidak berhenti sampai di situ Nggombel adalah singgahan akhir perjalanan menulis kami malam itu. Sebuah tempat yang cukup romantis bisa memandangi Kota Semarang di atas bukit. Dan kami para cewek, juga diberi tumpangan tidur di kosnya Mbak Ika. Keesokan harinya, dengan repotnya Mbak Ika menyiapkan sarapan pagi untuk kami. Baik hati ternyata Mbak Ika itu. Sekitar pukul 06.00 WIB kami beserta rombongan sudah berada di atas kereta di Stasiun Poncol untuk segera pulang ke Bojonegoro, tentunya meninggalkan Kota Semarang dan Mbak Ika yang baik hati. Betapa merindukannya aku suasana itu. Di luar cara pengajarannya, Pak Pra itu tipe orang yang menyenangkan, supel dan pastinya tidak pelit. Buktinya aku dan Winda sering ditraktir beliau makan siang gratis di warung Bu Pi’i depan sekolah kami. Senang sekaligus membuat perut kami kenyang. Maklum,anak kos.hehe. Sepulang dari sekolah, aku dan Winda tidak langsung pulang, alias mampir ke basecamp untuk sekedar curhat atau ngobrol biasa. Enaknya curhat di Pak Pra itu beliau pasti memberi saran yang baik terhadap kita. Beliau juga welcome terhadap semua orang yang ingin bercerita kepadanya. Tidak pandang bulu entah siswa baru atau siswa lama, beliau senang hati mendengarkan cerita murid-muridnya dengan catatan ketika beliau tidak sibuk. Mengenai manfaat jurnalistik setelah keluar dari SMA , tentunya sangat bermanfaat. Apalagi aku kuliah di jurusan Ilmu Sosial yaitu HKn (Hukum dan Kewarganegaraan) yang banyak membutuhkan kosa kata dalam beragumen, penulisan makalah,diskusi sehari-hari dll. Bermain olah kata seolah menjadi teman akrabku sekarang. Sempat berpikir andaikan dulu aku tidak mengikuti ekstrakulikuler jurnalistik. mungkin aku tidak akan seperti ini. Terima kasih untuk Pak Pra atas ilmu,jasa-jasa yang telah engkau berikan. Untuk kesekian kali maafkan muridmu ini yang selalu berbuat salah ketika masa SMA dulu. Terakhir bertemu Pak Pra ketika aku menghadiri pernikahannya kemarin. Meskipun Pak Pra sedikit berubah dari yang aku kenal dulu, hal ini wajar karena aku juga jarang bertemu dengan beliau. Yang jelas sebagai murid aku senang Pak Pra menemukan pasangan hidup yang selama ini beliau dambakan. Semoga langgeng dunia akhirat. Amin. Sekali lagi terima kasih guruku tercinta, Bapak Prawoto. “Guruku tersayang…guru tercinta.. Tanpamu apa jadinya aku.. Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal.. Guruku terima kasihku…”
Makna Sebuah Persahabatan
12 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar