This nice Blogger theme is compatible with various major web browsers. You can put a little personal info or a welcome message of your blog here. Go to "Edit HTML" tab to change this text.
RSS

Jumat, 10 Februari 2012

Sindikat 13,goes to Semarang

Terik mentari seolah tak menghiraukan lambaian daun yang bergantian mengalun. Semilir angin berdesahan menghempas seluruh udara di ruang bumi. Perjalanan menulis Sindikat 13 kali ini akan berbeda. Siap bepergian jauh dan berpengalaman di Kota Lama, Semarang.
“Maksimal kalian sampai di stasiun pukul 12.00WIB”, tutur Pembina Zigzag di briefing kemarin. Hari itu aku harus menunggu temanku, Winda di kos-kosan sebelum berangkat. Sempat emosi, pasalnya yang ditunggu-tunggu tak datang jua. Berkali-kali di sms dan ditelfon,tidak-diangkat-angkat. Kasihanlah,seandainya dia aku tinggal. Setelah berlama-lama menunggu, akhirnya Winda muncul. Sebenarnya aku ingin marah dengannya,tapi berhubung ini adalah hari special diriku dan dirinya (bertepatan ultah) maka dipending dulu. Kita berdua berpelukan serta saling mengucapkan “Sweet seventeen”. Sembari tertawa sekaligus make a wish,kita merasa hari ini moment yang beruntung. Seusai menitipkan motornya Winda di rumah Ova,kita bergegas menuju gang kosku untuk menunggu angkot. Apesnya lagi,angkot yang ditunggu lama. Aku dan Winda memutuskan patungan naik becak sampai stasiun. Sambil menikmati pemandangan jalan raya,udara siang itu sungguh berdebu. Kotor,penat seolah tak menyurutkan semangat Abang Becak untuk mengayuh. Kulirik ke belakang,keringat yang mengucur di dahinya semakin deras. Handuk yang melingkar di lehernya sambil dielapkan ketika tetesan keringatnya hampir mengenai mata. Sepertinya kali ini memang rejekinya abang becak tersebut. Baru saja tiba di Bunderan Diponegoro beriringan angkot yang tadinya kami tunggu lewat.”Sebel dech …,”gerugutuku dalam hati. Sesampainya di stasiun,becak kami menabrak sepeda motor. Untungnya tidak terjadi apa-apa,keribut pun dapat dicegah.
Ternyata kehadiranku telah ditunggu-tunggu oleh rombongan. “Anak 2 ini, mesti datang telat,” ucap Pak Pra sambil tersenyum. Kemudian tak lupa mengucapkan “Happy Birthday” dan do’a menuju selalu sukses. Pelukan dari Ova serta jabatan tangan teman-teman lain juga bergantian tak dapat dielak. Terharu bercampur senang di ultahku yang ke-17 tahun. Beberapa menit kemudian, pria dengan kaos hijau bertuliskan GKS,Tahta alias Mr. Pra dan Mas Ali temannya memimpin rombongan kami memasuki ruang antrean kereta api. Sandal dengan merk “Carewil-nya” menuntun kami berjalan melewati lalu lalang penumpang lainnya. Para rombongan terlihat antusias melangkahkan kaki menaiki kereta dengan posisi cowok di belakang karena ladies itu first. Satu persatu pembina kami mencarikan tempat agar kami bisa 1 gerbong. “ Begini ya…rasanya naik kereta api mahal,” gumamku pelan. Waktu itu aku sebangku dengan Vivi dan di depanku ada Ova dan Winda. Sebuah kursi kuning panjang yang menyilahkan pantatku bersandar akan menjadi saksi bisu selama di perjalanan. Udara di kereta pun tetap terasa panas. Niatan temanku, Vivi membuka jendela kereta terlihat bakal menjadi guyonan. Pasalnya dia tidak bisa membuka. Aksi itu tanpa disengaja dilihat oleh Pak Pra. “Ngene lo Vi, ojo ndeso-ndeso to,” tutur beliau dengan khas jawanya. Sontak semua anak tertawa, termasuk aku yang sengaja menertawakan tepat di telinga kanannya. Seketika itu muka Vivi langsung berubah. Yang semula berbinar kini terlihat sedikit cemberut.
Seperti biasa,kegiatan jeprat-jepret turut menghias perjalanan menulis kali ini. Tidak pernah merasa malu meskipun banyak ditonton orang. Deruan suara kereta api menandakan akan melaju pasti. Aku mengira kereta api berjalan searah tempat dudukku,tapi ternyata tidak. Sebel dech…takut pusing soalnya. Pemandangan area sawah nan luas terbentang jauh di sekitar rel. Ayunan daun seolah mengucapkan selamat jalan meninggalkan Kota Ledre. Terlihat di sela-sela sawah Pak Tani sedang mencabuti rumput yang mengganggu padinya. Jarang sekali keadaan seperti itu dapat ku nikmati leluasa. Hembusan angin menyusup di jendela kami tanpa ragu. Setiap terpaan membawa kami menikmati alam tidur. Sungguh menyegarkan..Lamunan itu tiba-tiba saja dibubarkan oleh manusia depanku alias Ova yang mengajak kami ber-empat (aku, Vivi, Ova, Winda ) untuk seru-seruan. Dia mengusulkan abc-an, bersyaratkan yang kalah bagian muka dicoreti bedak. Akhirnya semua sepakat dan memulai permainan. Tanpa sadar satu-persatu diantara kami sudah banyak yang kena sanksi. Wajah yang awalnya sudah ditaburi bedak,kini semakin tebal seperti badut. Orang yang melihat kegilaan kami merasa heran juga. Sampai-sampai pasutri belakang kami merasa bĂȘte mendengat ocehan kami yang ramai. Celotehan lain dari penarik karsis menambah hebohnya permainan. Sebenarnya agak malu,tapi apa boleh buat. Tujuan kami kan agar perjalanan seru aja gitu..Setelah berlangsung lama, Vivi lah pemain terkalah. Coretan bedak hampir memenuhi raut mukanya,sedangkan lainnya hanya beberapa coretan. Moment terasa kurang kalau tidak diabadikan lagi.Di sudut kereta juga nampak peserta rombongan kami sibuk melakukan kegiatannya. Ada yang membaca Novel, yaitu Augustin. Dengan body languangenya,seakan-akan dia sedang memerankan pemain novel itu. Sedangkan lainnya ada yang asyik bercengkrama, menikmati pemandangan.dan ngemil tak henti-hentinya. Di kesibukan tersebut, pembinaku mengirim sms untuk para peserta dan wajib dibalas.Isinya yaitu perasaan kalian saat ini di dalam kereta. Balasannya bisa berupa ungkapan singkat ataupun puisi. Satu persatu sms itu dibaca Pak Pra sembari senyum. Karena penasaran, aku pura-pura meminjam hpya Pak Pra alias PI (Penjahat Inbox).hehe.
Tidak terasa pukul 16.30 WIB akhirnya tiba juga di Stasiun Tawang. Para rombongan turun dan segera menuju mushola untuk menunaikan ibadah dulu. Sungguh berbeda keadaan sore itu. Hiruk pikuk warga Semarang nampak sedikit semrawut. Apalagi di dekat bangunan Kota Lama, banyak lalu lalang kendaraan yang tak teratur. Setelah selesai,para rombongan di ajak jalan-jalan kearah kolam tepat bangunan lama tersebut dengan Mbak Ika, teman Pak Pra yang kuliah di Semarang. Dari kejauhan, kolam itu bagus tetapi seusai didekati airnya keruh dan sangat menjijikkan. Sebenarnya keadaan disini tenang dan bernuansa jaman dulu. Sekitarnya berdiri bangunan kuno peninggalan Penjajah Belanda. Disempatkan oleh para rombongan untuk foto bersama. Kemudian kami menggelar tikar membuka bekal makanan yang telah dibawa. Sayangnya aku tidak membawa nasi, jadinya makan ikut Yogi, Tika dan Vivi. Dasar anak pemalas.haha. Tetapi terasa sekali kekeluargaan saat itu. Ya…meskipun ada salah seorang yang tak kusuka sejak naik kereta tadi. Adzan maghrib telah tiba, yang tak berhalangan langsung menuju mushola tempat awal kita tadi. Sedang yang berhalangan tetap duduk di tikar sembari benar-benar terbawa keadaan saat itu. Sekitar 20 menitan, kami pun melanjutkan perjalanan mengitari bangunan Kota Tua. Berjajaran bangunan tua dengan tingginya, kokoh berdiri menjulang ke atas. Mbak Ika juga mengajak kami melewati jendela yang katanya pernah digunakan syuting film AAC (Ayat-ayat Cinta)ketika Fahri memberikan makanan kepada seorang wanita dengan cara sebuah wadah yang dikerek.Wah…jadi terbayang aku sebagai pemain wanita itu. Sebuah Gereja Blenduk yang dulunya adalah masjid menjadi tempat istirahat kami selanjutnya. Lagi-lagi kita menggelar tikar di pinggir jalan. Suasana saat itu terlihat sepi hanya lalu lalang kendaraan yang membuat sedikit bising. Kami juga tidak lupa untuk berfoto-foto ria dengan berbagai pose.
Pukul 20.00 WIB, Pak Pra menyewakan sebuah kendaraan yang akan membawa rombongan Sindikat 13 berkeliling mengitari Kota Semarang. Tidak seperti Bojonegoro, disini sangat ramai. Berbagai bangunan, pusat perbelanjaan dan masih banyak lagi terlihat indah serta tertata rapi. Aku sempat terkejut ketika melewati bangunan tua yang gelap. Bayanganku pasti di situ banyak penampakan makhluk halus. Dan ternyata bangunan tersebut adalah Lawang Sewu. Katanya kakakku sich, itu merupakan penjara penjajahan Belanda yang berdiri sejak tahun 1905. Satu persatu Sindikat 13 turun dan menikmati area seram itu. Sayangnya pembinaku melarang kami masuk, takut terjadi kesurupan.” Ingat anak-anak, tujuan kita bukan rekreasi tetapi perjalanan menulis,” tutur beliau dengan nada marah. Apa boleh buat kami harus menurut. Toh yang rugi andai terjadi apa-apa bermuara pada semuanya. Sebenarnya aku dan Winda menggebu-gebu ingin masuk ke bangunan tua itu tapi takut tidak bisa tidur dan terbayang-bayang. Terdengar mitos kalau dulu ada awak stasiun televisi yang masuk dan tak kembali. Menurut kabar orang tersebut dimakan makhluk halus serta tersesat jauh. Akhirnya Sindikat 13 menuju Tugu Muda yang berada di depan Lawang Sewu, Di tempat itu kita bisa merasakan mistisnya bangunan itu. Jika diumpamakan istilahnya Tugu Muda itu merupakan alun-alun Bojonegoro. Perbedaannya disini ramai oleh kawula muda, dengan jalan yang melintang di sampingnya biasa disebut Simpang Lima. Kulihat jam di hpku menunjukkan 21.10 WIB, tetapi para kawula muda terlihat baru keluar dari kandangnya. Beginilah keadaan kota yang jika dibandingkan daerah desa, dimana pukul 21.00 WIB para cewek harus sudah berada di dalam rumah. Tidak sedikit, para kawula muda menggunakan Tugu Muda itu sebagai tempat mesum. Disana sini banyak yang bergandengan tangan,mojok bahkan aku juga melirik sepasang manusia yang melakukan kiss.hehe. Padahal banyak lalu lalang orang yang melihatnya tetapi mereka sama sekali tak peduli.
Malam sudah semakin larut, perjalanan menulis kini akan menuju daerah Nggombel. Sebuah tempat asyik pinggir jalan yang bisa digunakan untuk menikmati Kota Semarang di atas bukit yang menurun. Lampu-lampu berkelap-kelip menambah indahnya suasana itu. Lengkap rasanya karena disitu tersedia penjual yang menawarkan berbagai makanan dan aneka minuman. Tetapi jangan kaget, rasa menunya tidak memuaskan dan mahal. “Disini yang mahal sebenarnya bukan makananya tetapi suasananya,” bisik Pak Pra kepada salah seorang temanku. Pukul 23.00 WIB rombongan Sindikat 13 menuju ke kos-kosan Mbak Ika untuk beristirahat. Sepanjang perjalanan
hanya mendengarkan Hasan dan Yogi bercerita. Setelah sampai di kos Mbak Ika,anak-anak cewek bersiap untuk ganti baju dan sholat isya’ bergantian. Maklum..kan antre. Tidak lama kemudian,semua telah sampai di alam mimpi. Terkecuali Tika dan Ririn yang belum mengantuk dan ngobrol asyik tentang Naruto. Sekitar pukul 03.30 WIB, Mbak Ika membangunkan kami agar segera bersiap pulang meninggalkan Kota Semarang. Ternyata Mbak Ika itu orangnya super baik. Pagi dini hari tadi,dia sudah menyiapkan makanan mie untuk kami. Sungguh rejeki yang tak terduga. Sebelum berpamitan,kami menyalami Mbak Ika satu-persatu. “ Makasih ya Mbak,sudah ditumpangi tidurnya. Jadi ngrepotin,” tuturku sambil menjabat tangannya. “ Iya…sama-sama dek,” balas Mbak Ika dengan senyuman.
Menuju stasiun Poncol, rombongan dimanjakan dengan alat transportasi mahal. Seperti biasa taxi yang kami tumpangi berjalan mulus tanpa halangan. Suasana pagi itu juga Nampak sepi serta lengang. Jarang sekali kendaraan lewat mendahului taxi kami. Sesampainya di Stasiun Poncol, Mr. Pra dengan sigap memesankan tiket untuk rombongan. Sekitar pukul 06.00 WIB, semuanya sudah berada di atas kereta. Semrawut memang pagi itu. Kereta yang satu ini sangat berbeda dengan yang kami tumpangi sewaktu berangkat. Berbagai penjual wara-wiri menawarkan barang dagangannya. Berbagai minuman, buah-buahan,keripik, nasi pecel,mainan anak kecil dan banyak lainnya. Aku dan teman-teman yang lain sempat merasakan nasi pecel ala Kota Semarang. Hemmm….rasanya nikmat,tak seperti pecelnya Bu Salam. Yang satu ini lebih mantap. Pedas manisnya sangat menyatu.Ada juga yang sampai berdesak-desakkan satu sama lain. Semua itu dilakukan hanya untuk mengais rejeki.Para pengamen pun silih berganti menyanyikan lagu andalannya. Lengkap sudah pagi yang cerah di hari tersebut. Beruntungnya tempat duduk kami saling berdekatan seperti kemarin. Jadinya kita bisa seru-seruan bareng. Di kereta itu tidak sengaja Pak Pra bertemu dengan Kak Hasan, alumni SMAda yang jago teater. Akhirnya diajak bergabung dengan kami. Kehadiran Kak Hasan bisa menambah riuhnya suasana. Aku juga sempat curhat dengannya. Bagaimana rasanya jadi anak kuliahan, pergaulan bebas di kota besar, enakan mana anak kuliahan dengan anak SMA dan lain sebagainya. Pertanyaan tersebut dijawabnya santai layaknya orang tak berdosa alias penuh humor. Terkadang Kak Hasan itu tidak bisa ditebak. Ketika ditanya serius,e..jawabnya ambuaradul.” Coba San, adek-adekmu ini kasih ilmu tentang kegiatan menulis,” pinta Pak Pra sabil siap memotret. “ Adek-adekku tersayang,menulis itu sangat penting. Dan jangan lupa sikat gigi sebelum tidur,” jawabnya sambil tertawa terbahak-bahak. Sontak para pendengar langsung ikut tertawa. Dasar…anak yang rese. Di sepanjang perjalanan kita saling heboh dengan pengalaman yang baru saja terjadi. Seakan hanya mimpi serta ingin terulang kembali. Perjalanan menulis kali ini terbilang sukses tanpa hambatan. Yach….meskipun tidak jadi masuk Lawang Sewu, setidaknya pernah melihatnya secara live. Para rombongan sampai di Stasiun Bojonegoro pukul 11.00 WIB. Semua bersiap pulang dan berbagi cerita kepada teman lainnya. Sebelumnya Mr. Pra menyuruh kami berfoto bersama sebagai kenang-kenangan Sindikat 13.
“ Tetaplah berkarya anakku. Kalian adalah generasi muda yang dibanggakan. Sukses selalu,” tutur Pak Pra mengakhiri pertemuan itu. Kami pun pulang ke markas masing-masing beriringan perasaan bahagia. Tak lupa menjabat tangan guru kami yang penuh dengan semangat berkobar.







Dhanasty P.U
Anggota Sindikat 13
SMAdaBO


Nb lagi: baru sempat masukin ke blog.hehehe

0 komentar: